KUDUS, suaramuria.com – GARA-GARA tak betah dengan bau kandang ayam di sekitar rumahnya, dua siswi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Kabupaten Kudus membuat alat penyerap bau busuk. Alat yang diberi nama Daguku itu diklaim mampu meminimalkan bau busuk dari kandang.
Daguku berasal dari gabungan kata dari Daun Nanas, Tongkol Jagung, dan Kulit Pisang Kepok. Oleh Rima Distriani (15) dan Dhea Puspitasari (15), keduanya siswi kelas X Mipa MAN 1 Kudus, bahan-bahan alami itu diolah menjadi arang aktif yang berfungsi sebagai penyerap gas amonia.
BACA JUGA : Publik Minta Pemkab “Open” RAPBD di Website
Alat anti bau itu dibuat dengan instalasi pipa peralon berukuran besar berbentuk L. Di salah satu ujungnya dipasangi kipas yang mampu menyerap udara. Daguku dilengkapi dengan sensor MQ 135. Di dalam pipa pada ujung yang lain diisi dengan arang aktif yang bersungsi sebagai adsorben.
Daguku bekerja saat sensor mendeteksi gas amonia yang kadarnya di atas 15 ppm. “Saat itu kipas kemudian berputar secara otomatis menyerap gas amonia ke dalam pipa. Bau amonia yang memicu bau busuk kemudian dinetralisasi oleh arang aktif,” kata Rima.
Sensor akan padam saat kadar gas amonia dalam udara sudah normal kembali. Rima mengatakan, Daguku terinspirasi dari banyaknya keluhan bau kandang ayam di lingkungan rumahnya.
Rima dan Dea, warga Karanganyar, Kabupaten Demak kemudian berinisiatif membuat alat penghisap bau busuk. Keduanya pun berkonsultasi dengan guru pembimbing di program unggulan Sains and Innovation Program (SIP) MAN 1 Kudus.
Oleh empat orang guru pembimbing, Arif Nur Adiyanto (guru elektronika), Ahmad Edi Darmawan (guru biologi), Nurul Khotimah (guru kimia), dan Adi Tri Wibowo (guru fisika), Rima dan Dhea mulai merancang Daguku.
Tak sia-sia, Daguku menyabet juara pada kompetisi Science Project Awards yang digelar Universitas Sebelas Maret Surakarta, Oktober lalu. Keduanya pun diganjar hadiah uang tunai Rp 4 juta.
“Bukan hadiah uang yang menjadi tujuan kami, tapi bisa memeberikan sumbangsih inovasi yang bisa bermanfaat bagi masyarakat,” kata Rima.
Dhea menambahkan, ia berharap agar alat inovasinya bisa diproduksi secara massal. Terlebih belakangan masih banyak keluhan warga yang tinggal di sekitar kandang ayam. Hanya saja, untuk membuat satu unit Daguku membutuhkan biaya sekitar Rp 300 juta.
“Untuk kandang berukuran besar tentu membutuhkan alat yang lebih besar lagi, atau alternatifnya pasang lebih dari satu unit. Ke depan kami akan menyempurnakan alat temuan ini agar lebih efisien dan harganya bisa terjangkau,” katanya. (SRM)