KUDUS, bermasa.com – Di era digital, kita hidup dalam alam semesta informasi yang tak terbatas, di mana akses ke pengetahuan dan pandangan dunia ada di ujung jari kita. Ironisnya, semakin kita terhubung secara online, semakin kita dapat terperangkap dalam apa yang disebut sebagai “filter bubble” atau jebakan filter.
Filter bubble adalah fenomena di mana algoritma platform online, seperti media sosial dan mesin pencari, secara otomatis memfilter dan menampilkan konten berdasarkan preferensi dan perilaku sebelumnya dari pengguna. Dengan kata lain, ketika Anda menjelajahi internet, Anda cenderung melihat konten yang sejalan dengan pandangan dan preferensi Anda.
Filter bubble terjadi karena algoritma di belakang platform-platform tersebut berusaha memberikan pengalaman yang disesuaikan bagi pengguna mereka. Mereka memperhitungkan apa yang Anda sukai, like, share, dan cari online, dan berusaha menyajikan konten yang mereka yakini akan membuat Anda terlibat dan menghabiskan lebih banyak waktu di platform tersebut.
Filter bubble dapat memperkuat polarisasi dalam masyarakat karena orang cenderung hanya terpapar pada pandangan yang mereka setujui, mengisolasi pandangan alternatif, dan menghasilkan pemisahan opini yang semakin dalam.
Pengguna dapat kehilangan wawasan yang beragam dan informasi yang penting karena mereka hanya terpapar pada sudut pandang yang sempit.
Filter bubble juga dapat memengaruhi kualitas informasi yang diterima pengguna. Mereka mungkin terpapar pada konten palsu atau bias yang tidak mereka kenali karena kurangnya variasi dalam sumber informasi mereka.
Kasus di Indonesia
Contoh konkret filter bubble di Indonesia dapat dilihat dalam berbagai konteks, salah satunya adalah polarisasi politik. Selama kampanye politik, orang cenderung terpapar pada konten yang mendukung pandangan politik mereka sendiri di media sosial. Ini dapat memperdalam perpecahan antarpendukung berbagai partai politik.
Orang-orang sering terjebak berdasarkan agama mereka. Mereka hanya melihat berita dan informasi yang sesuai dengan keyakinan agama mereka, menghasilkan pemahaman yang terbatas tentang perspektif agama lainnya.
Filter bubble juga terjadi dalam komunitas hobi dan minat khusus, di mana orang hanya berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki minat serupa. Ini dapat menghasilkan pengetahuan yang terbatas dalam komunitas tersebut.
Antisipasi
Untuk mengatasi filter bubble, berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil. Yang pertama adalah memangkas sumber informasi dengan mencari informasi dari berbagai sumber yang berbeda. Aktif mencari pandangan dan informasi yang berbeda untuk memahami berbagai perspektif. Tingkatkan literasi digital Anda agar lebih sadar tentang bagaimana algoritma bekerja dan cara memfilter informasi yang Anda terima. Secara teratur, periksa dan revisi preferensi Anda di platform media sosial dan mesin pencari.
Dalam dunia digital yang semakin terhubung, kita harus aktif mengambil langkah-langkah kongkret. Untuk memastikan bahwa kita tidak terperangkap dalam filter bubble dan tetap memiliki pandangan yang lebih luas tentang dunia.